Senin, 25 Juli 2011

TAWASSUL


Bahasa arab memiliki beraneka-ragam cara untuk mengungkapkan sesuatu ke dalam perkataannya. Salah satu bentuk pengungkapan yang sering dipakai adalah majas `aqly. Majas `aqly adalah penggunaan suatu perkataan atau lafadz dengan memaksudkan makna yang berbeda dengan makna aslinya(1). Penggunaan Majaz `aqly sering kita jumpai pada keseharian kita seperti perkataan kita : ”saya mendapat uang dari ayah
saya”. Perkataan ini termasuk majas sebab yang memberi pada hakikatnya adalah Allah sedangkan ayah hanyalah perantara saja. Begitu juga halnya dengan apa yang dikatakan oleh peziarah tersebut, pada hakikatnya dia meminta pertolongan pada Allah , akan tetapi yang disebut adalah perantaranya yaitu para solihin dari ahli kubur. Hal ini tidak bisa kita masukkan dalam kategori Syirik karena jika demikian maka semua orang yang mengatakan, Saya mendapat uang dari ayah saya atau meminta uang pada seseorang, adalah musyrik....
Pada hakikatnya, perkataan peziarah tersebut adalah bentuk tawasul dengan menjadikan kaum sholihin sebagai perantara (washilah) untuk memohon pertolongan Allah . Hal ini tidak perlu dianggap aneh karena dalam kehidupan sehari-haripun kita sering melakukannya. Seperti ketika kita berharap kesembuhan dari penyakit dengan menjadikan dokter sebagai perantaranya. Inilah yang dimaksud dengan tawassul.
Adapun perkataan peziarah تعينونا تـغـيثونـا (Agar kalian membantu dan menolong kami) ini adalah bentuk istighotsah (meminta pertolongan). Perlu kita ketahui bahwa istighotsah diperbolehkan meskipun kepada orang yang pada hakikatnya tidak mampu untuk memberikan apa yang kita inginkan..
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Rabi`ah bin Ka`ab Al Aslami :
فقال لي سل فقلت أسألك مرافقتك في الجنة قال أو غير ذلك ؟ قلت هو ذاك قال فأعني على نفسك بكثرة السجود

“...Kemudian Rasul berkata padaku. ‘mohonlah sesuatu !’, maka aku menjawab, ‘Aku memohon agar aku dapat menemanimu di surga’. ‘Atau selain itu?’, aku berkata, ‘Hanya itu saja.’, maka Rasul berkata “Bantulah aku untuk itu dengan memperbanyak sujud’ ”.(2)
Dalam hadist ini, sahabat meminta kepada Rasulullah agar menjadi pendampingnya di surga. Sedangkan pada hakikatnya Rasulullah hanya seorang hamba yang tidak mampu untuk memberi surga. Hanya Allah saja yang mampu memastikan seseorang untuk memasukinya. Akan tetapi Rasulullah tidak mengingkari ucapan sahabat tersebut. Ini adalah bukti bahwa permintaan tersebut tidak dilarang. Dalam riwayat lain, disebutkan :
كَانَ شَابٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيُخِفُّ فِي حَوَائِجِهِ ، فَقَالَ : " سَلْنِي حَاجَةً " ، فَقَالَ : ادْعُ اللَّهَ تَعَالَى لِي بِالْجَنَّةِ ، قَالَ : فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَتَنَفَّسَ ، وَقَالَ : " نَعَمْ وَلَكِنْ أَعِنِّي بِكَثْرَةِ السُّجُودِ ".
“Ada seorang pemuda yang selalu membantu Nabi dan meringankan kebutuhannya. Nabi berkata kepadanya : ‘mintalah kepadaku suatu hajat’. Maka pemuda itu berkata : ‘berdoalah kepada Allah agar aku dimasukkan ke surga’. Berkata perawi : kemudian Rasulullah mengangkat kepalanya ke langit seraya menghela nafas dan berkata : ‘ya, akan tetapi bantulah aku dengan memperbanyak sujud (sholat)’.”(3)

Hadits ini membuktikan bahwa, yang memberi pada hakikatnya adalah Allah . Oleh karena itulah Rasulullah tidak langsung mengatakan : baik, akan kukabulkan hajatmu. Akan tetapi beliau malah menyarankannya untuk membantu beliau dengan memperbanyak sholat. ..
Ketika kedua sahabat tersebut meminta surga kepada Rasulullah , pada hakikatnya mereka menjadikan Rasulullah sebagai perantara untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginannya. Begitu juga perkataan peziarah (تعينونا تـغـيثونـا) bukan berarti meminta kepada ahli kubur, akan tetapi menjadikan mereka sebagai perantara untuk mendapatkan pertolongan. Karena perantara tidak harus orang yang masih hidup, mereka yang sudah meninggal pun bisa juga dijadikan sebagai perantara atau sebab. Jangankan orang yang sudah meninggal, benda mati sekalipun seperti nasi, bisa juga menjadi sebab kenyangnya seseorang. Tapi pada hakikatnya yang memberi pertolongan dan memberi rasa kenyang hanyalah Allah . Jika perkataan ini dianggap sebagai perbuatan syirik karena menjadikan ahli kubur sebagai perantara untuk mendapat pertolongan Allah , maka semua orang yang memakan nasi lebih layak untuk dikatakan syirik, karena mereka menjadikan benda mati yang tak pernah hidup sebagai perantara untuk mendapatkan kekenyangan...
Lebih jauh lagi, Rasul bahkan menganjurkan umatnya untuk meminta pertolongan kepada hamba Allah yang tak terlihat ketika dalam keadaan terdesak. Rasul bersabda :
اذا أضل أحدكم شيئا أو أراد أحدكم عونا و هو بأرض ليس بها أنيس فليقل يا عباد الله أغيثوني يا عباد الله أغيثوني فان لله عبادا لا نراهم
“Apabila kalian kehilangan sesuatu atau menginginkan pertolongan sedangkan kalian sedang berada di daerah (bumi) yang tidak ada seseorang yang kau kenal, maka katakanlah : “wahai hamba Allah. Tolonglah aku! wahai hamba Allah. Tolonglah aku! Karena sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang tidak bisa dilihat.”(4)
Dari sini kita bisa simpulkan bahwa tawasul maupun istighoshah kepada selain Allah diperbolehkan bahkan dianjurkan oleh syariat, selama masih meyakini bahwa pada hakikatnya hanya Allah saja yang memberi. Hal ini tidak dikatakan syirik karena tidak menempatkan mereka pada derajat ketuhanan, akan tetapi hanya menjadikanya sebagai perantara untuk mencapai keinginanya. ..
Referensi
(1)مفتاح العلوم - (ج 1 / ص 172)
المجاز العقلي هو الكلام المفاد به خلاف ما عند المتكلم من الحكم فيه لضرب من التأويل إفادة للخلاف لا بوساطة وضع كقولك أنبت الربيع البقل وشفى الطبيب المريض وكسا الخليفة الكعبة وهزم الأمير الجند وبنى الوزير القصر
البلاغة ص 28
المجاز العقلي هو إسناد الفعل أو ما في معناه إلى غير ما وضع له لعلاقة مع قرينة مانعة من إرادة الإسناد إلى ما هو له, نحو ( تجري الرياح بما لاتشتهي السفن ), ونحو قول المؤمن ( أنبت الربيع البقل ).
(2)صحيح مسلم - (ج 1 / ص 353)
- ( 489 ) حدثنا الحكم بن موسى أبو صالح حدثنا هقل بن زياد قال سمعت الأوزاعي قال حدثني يحيى بن أبي كثير حدثني أبو سلمة حدثني ربيعة بن كعب الأسلمي قال : كنت أبيت مع رسول الله صلى الله عليه و سلم فأتيته بوضوئه وحاجته فقال لي سل فقلت أسألك مرافقتك في الجنة قال أو غير ذلك ؟ قلت هو ذاك قال فأعني على نفسك بكثرة السجود
(3)المعجم الكبير للطبراني - (ج 2 / ص 351)
- حَدَّثَنَا أَبُو مُسْلِمٍ الْكَشِّيُّ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بن الْخَطَّابِ ، حَدَّثَنَا نَاصِحٌ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ ، عَنْ سِمَاكِ بن حَرْبٍ ، عَنْ جَابِرِ بن سَمُرَةَ ، قَالَ : كَانَ شَابٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيُخِفُّ فِي حَوَائِجِهِ ، فَقَالَ : " سَلْنِي حَاجَةً " ، فَقَالَ : ادْعُ اللَّهَ تَعَالَى لِي بِالْجَنَّةِ ، قَالَ : فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَتَنَفَّسَ ، وَقَالَ : " نَعَمْ وَلَكِنْ أَعِنِّي بِكَثْرَةِ السُّجُودِ ".
(4)مسند أبي يعلى الموصلي - (ج 11 / ص 32)
حدثنا الحسن بن عمر بن شقيق ، حدثنا معروف بن حسان ، عن سعيد ، عن قتادة ، عن ابن بريدة ، عن عبد الله بن مسعود أنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « إذا انفلتت دابة أحدكم بأرض فلاة (1) فليناد : يا عباد الله احبسوا ، يا عباد الله احبسوا ، فإن لله حاضرا في الأرض سيحبسه »
المعجم الكبير - (ج 17 / ص 117)
حدثنا الحسين بن اسحاق التستري ثنا أحمد بن يحيى الصوفي ثنا عبد الرحمن بن سهل حدثني أبي عن عبد الله بن عيسى عن زيد بن علي عن عتبة بن غزوان : عن نبي الله صلى الله عليه و سلم قال : ( اذا أضل أحدكم شيئا أو أراد أحدكم عونا و هو بأرض ليس بها أنيس فليقل يا عباد الله أغيثوني يا عباد الله أغيثوني فان لله عبادا لا نراهم )
مجمع الزوائد ومنبع الفوائد . محقق - (ج 10 / ص 93)
وعن ابن عباس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "إن لله ملائكة في الأرض سوى الحفظة يكتبون ما يسقط من ورق الشجر، فإذا أصاب أحدكم عرجة بأرض فلاة فليناد: أعينوا عباد الله". رواه البزار ورجاله ثقات.
جامع الأحاديث - (ج 9 / ص 232)..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar