Jumat, 07 Januari 2011

imam syafi'i tentang tahlil dan sejenisnya

Tahlilan merupakan sebuah majelis yang berisi dzikir-dzikir yang masyru’, do’a, shalawat serta pembacaan al-Qur’an yang bertujuan untuk merahmati mayyit dengan pahala yang dihadiahkan kepada mayyit. Sangatlah tidak mungkin apabila Imam kita yakni Imam asy-Syafi’i
mengharamkan tahlilan, tidak mungkin Imam asy-Syafi’i mengharamkan do’a, dzikir, shalawat dan bacaan al-Qur’an. Imam kita sangat bijaksana, ahli hadits dan luas ilmunya, penolong sunnah Nabi. Jadi, tidak akan mudah mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Sebagian orang telah mengutip dan memahaminya secara membabi buta terkait ucapan Imam asy-Syafi’ rahimahullah yang terdapat dalam kitab al-Umm berikut ini :

وأكره المأتم، وهي الجماعة، وإن لم يكن لهم بكاء فإن ذلك يجدد الحزن، ويكلف المؤنة مع ما مضى فيه من الأثر
“aku menghukumi makruh Ma’tam, dan yakni sebuah kelompok, dan walaupun tidak ada tangisan bagi mereka sebab sesungguhnya itu memperbaharui kesedihan dan membebani biayai beserta apa yang pernah terjadi”.

Dari kutipan ini, sama sekali tidak ada ucapan Imam asy-Syafi’i yang mengharamkan tahlilan. Jadi, darimana isu-isu yang mengharamkan tahlilan dengan berdalil ucapan Imam asy-Syafi’i ? Mana ucapan Imam asy-Syafi’i yang mengharamkan mendo’akan muslim yang meninggal dunia, mana ucapan Imam asy-Syafi’i yang mengharamkan menghadiahkan bacaan al-Qur’an untuk muslim yang meninggal dunia, mana pula ucapan Imam asy-Syafi’i yang mengharamkan semua itu yang dilakukan dikediaman ahlul mayyit ? Jelas, ini salah satu bentuk untuk memecah belah umat Islam terutama untuk menghancurkan pondasi madzhab Syafi’i yang memang paling banyak di anut kaum Muslimin termasuk paling banyak di anut oleh Dzurriyah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.

Pertama, sudah jelas bahwa Imam asy-Syafi’i memakruhkan (bukan mengharamkan) hal diatas, artinya adalah apabila dikerjakan tidak berdosa dan apabila ditinggalkan akan mendapat pahala. Apa yang dimakruhkan ?

Kedua, al-Ma’tam berasal dari kata “atama – ya’timu” yang bermakna ‘apabila dikumpulkan antara dua perkara”. Ma’tam asalnya adalah setiap perkumpulan (perhimpunan) dari laki-laki atau perempuan baik dalam hal kesedihan maupun kegembiraan. Kemudian pakar-pakar lughah, hanya mengkhususkan pada perhimpunan perempuan pada orang mati. al-Jauhari mengatakan ; ma’tam menurut orang arab adalah perempuan-perempuan yang berkumpul (berhimpun) dalam hal kebaikan dan keburukan. Ibnu Barri ; tidak bisa di cegah agar ma’tam dipahami dengan makna wanita yang meratap, kesedihan, ratapan dan tangisan sebab sesungguhnya wanita karena untuk itu mereka berkumpul, dan kesedihan itulah yang juga membuat mereka berkumpul. [1]

Ketiga, Imam asy-Syafi’i menghukumi makruh atas illat yang beliau sebutkan sendiri yakni “yujaddidul huzn wa yukalliful mu’nah (memperbaharui kesedihan dan membebani biaya)", apabila tidak ada illat maka hukum makruh itu juga tidak ada, sebab kaidah ushul fiqh mengatakan : “al-‘Illatu tadillu ‘alaal Hukmi yakni illat itu menunjukkan atas hukum”.

Jadi, sekali lagi tidak ada pengharaman Tahlilan oleh Imam asy-Syafifi rahimahullah.

PENJELASAN HABIB MUNZIR AL-MUSAWA

Imam Syafii tak menghendaki orang berkumpul kumpul dirumah duka karena akan menambah dukanya, mereka membicarakan masa masa kehidupan si mayit, jasa baiknya, ujungnya mereka menyesali takdir Allah, menyesali kematian almarhum,

Itu yang dimaksud Imam Syafii', bukan kumpulan para tetangga dirumahnya untuk mendoakan si mayit, kumpulan dzikir kalimat tauhid, alqur'an, dan dzikir-dzikir lainnya untuk mendoakan si mayit dan itu sangat meringankan beban keluarga si mayit, mereka senang tetangganya masih meramaikan rumah mereka yg senyap sepeninggal si mayit., dan mereka berdoa untuk si mayit bersama sama, ini tak pernah ditentang oleh Imam Syafii, bahkan Rasul saw melakukan takziyah pada yg wafat dan mendoakannya, bedanya masa sekarang adalah ditentukan waktunya, tidak lain adalah karena muslimin mempunyai kesibukan masing masing, maka agar kumpul ramai ramai walau 15 menit / setengah jam, berdoa bersama lalu pulang kerumah masing masing dan selesai tanpa berdesakan tinggal dirumah duka hingga berjam jam menyibukkan keluarga si mayit.

Dan mengenai ucapan Imam Syafii itu sebagaimana diatas, itupun beliau tak mengharamkannya, hanya tak menyukai kumpul- dirumah almarhum dengan berbicara panjang lebar,

Imam Syafii tak pernah menentang kumpulan dzikir dirumah almarhum untuk mendoakannya, cuma wahaby saja yg mengharamkannya tanpa dalil dan mencari cari dalil yang bisa dicocok-cocokkan dan dimirip-miripkan lalu jadilah fatwa baru tanpa ilmu. [Majelis Rasulullah]

PERHATIAN : banyak tulisan di internet yang katanya ucapan Imam asy-Syafi’i namun ternyata sebagiannya bukan berasal dari kitab Imam asy-Syafi’i tetapi kitab ‘ulama Syafi’iyah (I’anatuth Thalibin karya Sayyid al-Bakri Syatha ad-Dimyathi) dan apa yang ada dalam pembahasan kitab tersebut adalah dihukumi makruh (bukan haram) –tapi bukan tahlilan-.

[1]. Lihat ; Lisanul ‘Arab (4/12) ::: http://ashhabur-royi.blogspot.com/2010/12/fatwa-imam-asy-syafii-mengharamkan.html

1 komentar:

  1. bknkah sebaik2 tauladan adalah Nabi Muhamad..dan bknkah beliau yg benar2 dijamin selamat dan surga...ulama ijtihadnya bisa benar bisa keliru...jd cukuplah NAbi sbg contoh tauladan..

    BalasHapus