Rabu, 24 November 2010

Belajar tasawuf ala wahabi II

13. Sufiyyah berdo’a kepada selain Allah yaitu kepada Nabi, para Wali yang hidup dan yang telah mati. 

Mereka mengucapkan : “Yaa Jailani!, Yaa Rifa’i!, dan Yaa Rasulullah!”, sebagai tujuan istighatsah dan memohon pertolongan atau dengan ucapan, “Yaa Rasulullah! Engkaulah tempat bersandar.” 


Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :”Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi mudharat kepadamu selain Allah, sebab jika engkau berbuat yang demikian itu maka sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang zhalim(musyrik).”(Yunus :106) 

Rasulullah SAW telah bersabda : 
“Doa itu adalah ibadah.” (HR Tirmidzi dengan sanad hasan shahih) 
Maka do’a itu adalah ibadah seperti halnya shalat yang tidak boleh ditujukan kepada selain Allah, sekalipun kepada Rasul dan para Nabi. Karena hal itu termasuk perbuatan syirik besar yang dapat menghapus amal baiknya di dunia dan menjadikan pelakunya kekal dineraka (kafir). 

Demikian pula yang kita lihat dikitab-kitab rujukan mereka yang mereka memuji para syaikh mereka pada tingkat pujian yang sampai kepada perbuatan syirik. Namun sayangnya syair-syair dalam bahasa arab yang biasa mereka bacakan dari kitab-kitab tersebut tidak dipahami oleh kaum muslimin pada umumnya karena keterbatasan mereka untuk memahami bahasa arab dan jauhnya mereka dari ulama ahlus sunnah, sehingga merekapun tertipu olehnya. 

14. Aliran Sufi memberikan kedudukan ihsan kepada Syaikh-Syaikh mereka 

Dan meminta kepada pengikut-pengikutnya untuk menggambarkan (membayangkan) syaikh-syaikh mereka itu ketika berdzikir kepada Allah, bahkan dalam shalat mereka sekalipun. Aku (Syaikh Jamil Zainu) pernah melihat seorang dari mereka meletakkan gambar syaikhnya dihadapannya ketika shalat. 

Sedangkan Rasulullah SAW bersabda : 
“Al-Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak dapat melihat-Nya ketahuilah bahwa sesungguhnya Dia melihat-Mu.” (HR. Muslim) 

15. Aliran Sufi mengatakan bahwa beribadah kepada Allah itu jangan takut neraka-Nya atau mengharap surga-Nya 

Hal ini seperti yang dikatakan oleh Rabi’ah al-‘Adawiyyah (salah seorang tokoh sufi wanita, yang pekerjaannya adalah sebagai biduwanita): 
“Ya Allah ! Jika aku beribadah kepada-Mu karena takut neraka-Mu maka tenggelamkanlah aku didalamnya, 
Dan jika aku beribadah kepada-Mu karena mengharap surga-Mu maka haramkanlah aku darinya.” 
(Dan perkataan ini pernah diucapkan oleh presenter pada saat kita melakukan Team Building di Cibubur) 

Dan saya juga pernah mendengar pengikut aliran sufi menyanyikan perkataan Abdul Ghani an-Nabilisy : 
“Barangsiapa beribadah karena takut neraka Allah, berarti dia penyembah api. 
Dan barangsiapa yang beribadah karena menginginkan surga berarti dia penyembah berhala.” 

Sementara Allah SWT memuji para Nabi yang mereka itu berdo’a untuk mendapatkan surga Allah dan takut dengan neraka-Nya. Allah SWT berfirman : 
“Sesungguhnya mereka adalah orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas.” (Al-Ambiyaa’:90) 
Maksudnya, mereka sangat berharap dengan surga Allah dan takut pada siksa (neraka) Allah. Allah menerangkan kepada Rasul-Nya : 
“Katakanlah : Sesungguhnya aku takut akan azab yang besar (hari kiamat) jika kamu mendurhakai Tuhan-ku.” (Al-An’am : 15) 

Rasulullah SAW saja, yang orang paling bertaqwa dibawah kolong langit ini pun dalam keadaan takut akan adzab Allah. Begitupula Beliau SAW sering berdoa diakhir shalatnya : Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari siksa kubur, dan dari siksa jahannam…. (HR. Bukhari & Muslim)

‎16. Aliran Sufi suka bermain musik yang mereka namakan dengan gambus dalam dzikir 

Ini sesungguhnya adalah seruling-seruling syaithan. Sungguh Abu Bakar Ash-Shidiq ra. pernah masuk dirumah Aisyah ra. dan disana ada dua anak perempuan kecil yang sedang bermain rebana, maka berkata Abu Bakar ra. : Ini adalah seruling-seruling syaithan, ini adalah seruling syaithan. Maka Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Bakar ra. : Biarkan mereka wahai Abu Bakar! Karena keduanya sedang merayakan hari raya. (HR. Bukhari dengan lafadz yang berbeda) 

Darti hadits diatas Rasulullah SAW mengakui perkataan Abu Bakar ra. tanpa membantahnya (menyebut seruling syaithan) tetapi hanya karena pada saat itu sedang hari raya dan pelakunya adalah anak perempuan kecil maka dibolehkan. 

Dan tidak ada dalil bahwa para sahabat dan tabiin, mereka itu bermain rebana (gambus) dalam berdzikir. Bahkan ini adaah perbuatan bidah yang dibuat oleh orang-orang sufi yang semua ini telah diperingatkan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya: 
Barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang bukan atas perintah kami, maka tertolak. (HR. Bukhari dan Muslim). 

17. Aliran Sufi membolehkan menari, bermain musik dan mengeraskan suara ketika berzikir 

Kita dapat menyaksikan pengikut aliran sufi itu berdzikir dengan lafadz Allah saja dan pada akhirnya berdzikir dengan lafadz Hu (Dia) saja. 
Padahal Rasulullah SAW bersabda : 
“Dzikir yang paling utama adalah Laa Ilaaha Illallah (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan shahih). Jadi, tidak dengan Allah dan Hu saja. 

Di dalam berdzikir mereka mengangkat suaranya dengan keras dan bersamaan (koor/berjama’ah), 
Padahal berdo’a seperti itu terlarang berdasarkan firman Allah SWT : 
“Berdo’alah kepada Tuhan-mu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut, sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-A’raaf : 55) 
Maksudnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan dalam berdo’a dengan terlalu cepat dan dengan suara yang keras. (lihat tafsir Jalalain Imam Suyuthi). 

Rasulullah SAW pernah mendengar para shahabat meninggikan suaranya dalam berdzikir, maka Beliau SAW bersabda kepada mereka : 
“Wahai manusia ! rendahkanlah suaramu, sesungguhnya kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan tidak ada, tetapi kalian berdo’a kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat dan Allah senantiasa bersamamu.” (HR. Muslim) 
Allah bersamamu dengan Pendengaran dan Ilmu-Nya dan Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat. 

Demikianlah yang kita lihat dijaman kita ini, dimana orang berdzikir dengan cara koor (bersama-sama) dan mengeraskan suaranya, bahkan menggunakan pengeras suara dicorong-corong speaker masjid.

‎18. Aliran Sufi mengaku mempunyai ilmu kasyaf (tersingkapnya segala rahasia-pent.) dan mengetahui yang ghaib 

Ini adalah kedustaan yang telah dibantah oleh Allah SWT dengan firman-Nya : 
Katakanlah : tidak ada seorangpun dilangit dan dibumi yang mengatahui perkara yang ghaib kecuali Allah. (An-Naml : 65) 

Rasulullah SAW bersabda : 
Tidak ada yang mengetahui perkara yang ghaib selain Allah. (HR. Thabrani dengan sanad Hasan) 

19. Mereka suka menyertai ibadah mereka dengan Siulan dan Tepuk Tangan 

Padahal siulan dan bertepuk tangan itu merupakan adat bagi kaum musyrikin dan ibadahnya mereka. Allah SWT berfirman : 
Maka shalat mereka (kaum musyrikin) disekitar Baitullah itu tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. (Al-Anfaal : 35) 
Al-Mukaa pada ayat ini adalah siulan dan At-Tashdiyah adalah tepuk tangan. 

20. Aliran sufi beranggapan bahwa manusia bisa melihat Allah di dunia 

Namun Al-Quran mendustakannya lewat lisan Nabi Musa as.: 
…Berkata Musa : Ya Tuhanku ! Tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar dapat melihat kepada-Mu. Dia berkat : Engkau tidak akan dapat melihat-Ku (didunia). (Al-Araaf : 143) 
Al-Ghazali (seorang tokoh sufi) telah menyebutkan daam kitabnya Ihya Ulumuddin (kitab terkenalnya) dalam bab Hikayatul Muhibbin wa Mukasyafatuhum,Pada suatu hari berkata Abu Turab :Coba sekiranya engkau melihat Abu Yazid, maka berkatalah temannya :Sesungguhnya aku tida butuh itu, sungguh au telah melihat Allah Taala sehingga mencukupi bagiku daripada melihat Abu Yazid. Berkata Abu Turab :Celakalah kamu ! Kamu telah tertipu dengan melihat Allah ! Sekiranya kamu melihat Abu Yazid (Al-Busthomi, tokoh sufi-pent.) sekali saja, itu lebih bermanfaat bagi kamu daripada melihat Allah 70 kali. 
Kemudian berkata Al-Ghazali :Maka hendaknya orang mukmin tida mengingkari mukasyafah seoperti ini. 
Saya (Syaikh Jamil Zainu) berkata :Bahkan wajib atas kaum mukminin untuk mengingkarinya karena ini adalah kedustaan dan kekufuran, menyelisihi Al-Quran, Hadits dan akal.

21. Aliran Sufi meyakini bahwa mereka itu mengambil ilmu dari Allah SWT secara langsung tanpa perantara Rasulullah SAW 

Seperti apa yang dikatakan Ibnu Arabi (seorang tokoh besar sufi yang dikubur di Damaskus) dalam kitabnya Al-Fushush :Maa diantara kita ada khalifah dari Rasulullah yang mengambil hukum dari beliau SAW atau dari ijtihad yangtelah dikatakan oleh beliau SAW, dan diantara kami ada orang yang mengambil hukum langsung dari Allah maka ia adalah khalifah Allah ! 

Saya (Syaikh Jamil Zainu) katakan :Ini adalah ucapan yang batil, menyelisihi Al-Quran yang mengandung dalil bahwa Allah SWT mengutus Nabi SAW untuk menyampaikan Islam / Risalah kepada ummat manusia. Allah SWT berfirman : 
Hai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Allah kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah : 67) 

Tidak mungkin seseorang mengambil ilmu langsung dari Allah SWT, itu kedustaan yang dibuat-buat. 

22. Aliran sufi sering bepergian / ziarah ke kuburan-kuburan untuk memohon berkah dari penghuninya, thawaf atau berkurban kepadanya.

Muslim meriwayatkan dari Jundab bin Abdullah, katanya :Aku mendengar Nabi SAW lima hari sebelum wafatnya bersabda : ….Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya ummat-ummat sebelum kamu telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah, tetapi janganlah kamu sekalian menja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar