Selasa, 28 Desember 2010

Hulul Tajili Allah ke Dalam Diri Manusia ?


Oleh : KH DR Nuril Arifin Husein, MBA
"Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang orang yang sabar, (yaitu) orang
orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan : Inna lillahi wa inna illaihi roji'un (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada Nya lah kami kembali"
(QS al Baqoroh 2:  155-156 )

Ayat ini yang dibaca oleh Abu al Mughits al Hasan Ibn Manshur Ibn Muhammad al Baidhowi yang terkenal dengan julukannya Sang penenun, atau pemintal hati, Al Halaj ketika menghadapi penyaliban dan penyiksaan yang demikian kejam sepanjang sejarah manusia.
Reynold A Nicholson dalam Fi Al Tasawuf al Islam wa tarikhihi, terjemahan editor Abu Al A'la al Afifi (Kairo ; lajnah al Ta'lif  wa al Tarjamah wa al Nasr 1969) menyebutkan, betapa sang Waliyullah itu di vonis bersalah oleh penguasa, karena ketertarikannya terhadap hikmah menolong sang miskin dan fakir, sehingga pengikutnya demikian besar. Tutur kata yang menarik dan lembut serta mampu memintal hati membuat dia harus menghadapi resiko ketidak senangan penguasa waktu itu. Vonis makar, yang disandangnya dia hadapi dengan senyuman.
Murid-murid al Halaj yang mengerumuni panggung eksekusi itu bertanya, “Wahai al Halaj, apa itu tasawuf ?” : dijawab oleh al Halaj dengan kalimat "Tasawuf adalah sesuatu yang tidak dapat mereka mengerti" (dalam Muhammad Ghalab; al tasawuf al Maqirin - Mesir, nahdahhal 95).  Para algojo kemaudian mencabik cabik tubuh al halaj itu dengan cemeti.  Darah segar mengalir deras dari bekas luka cambuk maut, menetes-netes di panggung tinggi yang sengaja di bangun oleh menteri Hamid di tahun kelam 919/305 H itu.
Bilur bilur yang mencengkeram kulit sampai menembus daging sang wali, namun luar biasa, tidak ada keluh kesah, tidak ada rintihan, dan tidak ada suara apapun, senyap… Hanya tetes tetes keringat sang al gojo dan muncratnya darah sang pemintal hati, bahkan bibirnya nampak tersenyum. Kalau Isa (versi bible) ketika di salib berteriak elli elli lama sabaktani, (Tuhanku, Tuhanku, kenapa engkau tinggalkan Aku), al Halaj justru tersenyum merasa tentram seolah olah dipeluk oleh Tangan Rahman. Ketabahan yang serupa pernah dipertontonkan oleh Ibrahim ketika di bakar api, oleh raja Namrud, karena merusak dan menghancurkan berhala berhala patung yang menjadi sesembahan kaumnya pada waktu itu.
Ibrahim ditanya oleh Malaikat Jibril, “wahai Ibrahim, Ruh Qudus memerintahkan ku untuk bertanya kepadamu engkau ingin apa menghadapi hukuman ini..?” Ibrahim menjawab, “Saya sudah cukup dengan pengetahuan Tuhanku Yahwe bahwa dia mengerti kebutuhanku saat ini. Latut riquhul abshoru wahuwa yudriqul abshoro wahuhal latiful khobir"
Husein justru tersungging senyuman, penderitaan itu adalah diri Nya, dan mulut yang tersenyum itu tiba tiba mendoakan sang algojo dan lawan lawan yang menghakiminya dengan doa: Ya Allah lihatlah mereka yang berkerumun dan al gojo serta penguasa yang menghukumku, mereka lakukan karena mereka tidak mengerti, mereka lakukan semua ini karena fanatiknya kepadamu dan mencari jalan ridlomu, maka ampunilah mereka, karena mereka tidak engkau singkapkan hijab sebagaimana engkau singkapkan hijab kepadaku.
Kaki al Halaj lalu dipotong, darah semakin deras, dan ketika kakinya yang satunya di potong al halaj tetap tersenyum, demikian juga kedua tangan yang biasa mengusap anak yatim dan mengulurkan santunan kepada faqir miskin itu di kutungi dengan sadis. Saat itu hampir semua ulama besar hadir, semua rakyat hadir dan menyaksikan hukuman demi hukuman dengan mata nanar dan tidak kuat menahan tangis. Terlihat (dalam tulisan Reynold A Nicholson), dalam Diwaninya, dua orang murid kinasihnya Abu Hasan al Wasith damn Abu Bakar asy Syibli tidak kuat menahan pandangan (penyiksaan yang luar biasa itu), mereka berdua berteriak histeris.
Dilempar Mawar
Lalu Al halaj memandangi kedua santrinya itu denagan tajam seraya berbisik lirih, “apakah engkau membawa sajadah wahai orang 'Gila Allah' ?” kata al Halaj kepada Asy Syibli. Sang Murid lalu seijin algojo menyodorkan sajadah. Karena tangannya tidak ada, sajadah itu tidak dapat tergelar. Asy  syibli yang menggelarkannya dan al halaj berwudlu dengan darahnya sendiri. Seperti menjawab pertanyaan muirid murid yang tidak melahirkan pertanyaan secara dhohir, maka al halaj membaca ayat diatas. Setelah membaca surat al Fathekhah, dia mengakhiri solat dua rekaatnya dengan khusu' lalu terduduk dan terus melafatkan nama Allah. jeritan menyayat dimana mana.semua rakyat di minta untuk melemparinya dengan batu, tetapi yang dilempari justru tersenyum. Subkhanallah.
Al halaj tiba tiba menjerit, ketika Abu Bakar Asy Asyibli melemparnya dengan setangkai bunga mawar, batu tidak dirasa, mawar justru membuatnya kesakitan, dan ketika matanya di cungkilpun dia tetap tersenyum saking jengkelnya sang al gojo  lidah sang sufi di potong.
Muhammad Ghalab juga mengisahkan bahwa sang putra al halaj Hamd bertutur, sang ayah demikian tabah, seolah menyongsong kematiana dengan senyum, berjalan menuju tiang Salib pun dengan gembira, tidak ada ketakutan sama sekali. Ketika di potong (bukan dipaku seperti Yesus) sang sufi berbisik pelan namun semua yang hadlir mendengar " Ya Allah, Tuhanku, Kekasih ku, sesungguhnya aku akan berlindung ke dalam rangkulan Kekasihku dan akan menyaksikan ke Ajaiban MU" maka Sang pemberani yang tabah itu menghembuskan nafas. Tubuh itu kemudiana dibakar dan abunya di tebarkan ke Sungai Tigris.
Dalam usia 53 tahun, Alhalaj sirna dari dunia, tetapi sejarah mencatat dan membenarkan ayat Allah "Walatahsabana ladzina kutilu fi sabilillahi amwatan bal ahya inda robbihim yusrzaqun" puisi dan sajak sajaknya, buku bukunya yang lebih dari 100 buah ditambah dengan hafal al qur'annya ternyata masih hidup. Banyak kalangan sufi kemudian terinspirasi dengan tafsir tafsirnya, diantaranya sufi besar seperti Ruzbihan al Baqli, juga sufi masyhur Faridudin 'attar' serta Jalaludin Rumi sendiri. kemudian Shalah abdul Sabur.
Misalnya Rumi dengan berani menulis "Aku adalah Muslim, tetapi aku juga Nasrani dan senang di  kuil kuil berhala. karena semua kata dan doa senantiasa bermuara kepadanya. Aku adalah Muslim yang baik tetapi juga nasrani yang baik. karena Nur Muhammad telah melewati semua Nabi sejak adam hingga Muhammad sendiri. Allah telah menaungi Nur Muhammad itu sejak 1000.000 tahun sebelum menjadikan manusia itu sendiri.
Puisi tentang  Al Halaj yang mashur ditulis oleh Abdul Sabur, dan  kutip oleh  Oleh schimmel:
Dan kami akan berangkat, menyebarkan kata kata NYa yang tertimbun dalam diri kami, di sawah yang dibajak pak tani dan kami akan menyimpannya diantara barang barang milik pedagang. Dan kami akan memberikan mereka ke Angin yang mengembara diatas ombak dan kami akan menyembunyikannya di mulut para penunggang onta yang menyanyi di sepanjang padang pasir dan kami akan mencatatnya di kertas, menyimpannya di lipatan rok, dan kami akan menjadikannya syair dan tembang semua kata katanya itu : Katakan padaku apa jadinya kata kata itu seandainya dia tidak mati syahid ? selanjutnya semoga saya di beri tambahan usia agar dapat menulisnya di seri II.
Pertapaan dan pengembaraan angin sang penenun itu yang biasa didengar orang lewat Ketoprak, lewat diri Syech Siti Jenar pendiri  Mandala Lemah Kuning, Lemah Abang, dan Ireng, serta Putih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar